Buatku, ada banyak makna yang
kudapati ketika sinar sang surya mulai meredup menjelang senja. Pijar cahayanya
yang lembut dan birunya langit yang perlahan memudar, kembali memberikan
penegasan bahwa waktu, kembali, tak mungkin dapat dihentikan. Senja seolah
memberikan pertanda bahwa kita harus segera ‘pulang’, menutup sejenak lembaran
yang tadi kita buka dan kita tulisi kisah kisah kehidupan yang memang tidak
semuanya menyenangkan, namun tetap dapat kita petik pelajaran. *Curcol dikit sebelum masuk ke pembahasan.
Sore itu, untuk mengantisipasi
kegemukan setelah lebaran, aku kembali menuju halaman mesjid agung An Nur untuk
berolahraga. Mengingat usiaku yang telah 30 tahun dan kemajuan perut yang
tidak seharusnya, olahraga yang kulakukan bukanlah olahraga 'berat'… Hanya lari
beberapa meter, jalan, lari lagi beberapa meter, kemudian jalan lagi. Setelah itu
duduk untuk beberapa lama, sambil mengambil nafasku yang terasa sesak karena
olahraga yang tidak seberapa tadi.
Percayalah, ketika kita tidak bisa menjaga pola makan ketika masih muda, termasuk juga pola hidup dan pola tidur, kau akan merasakan tidak enaknya kegemukan ketika telah beranjak tua.
Percayalah, ketika kita tidak bisa menjaga pola makan ketika masih muda, termasuk juga pola hidup dan pola tidur, kau akan merasakan tidak enaknya kegemukan ketika telah beranjak tua.
Aku masih 30 tahun, namun staminaku
sudah sangat memprihatinkan…
Ok, back to topic dan lupakan
sejenak masalah perut.
Hari minggu itu ketika sore hari
menjelang senja pada 10 Juli 2016, hari minggu pertama setelah lebaran 1437H,
halaman mesjid Agung An-Nur di kunjungi oleh beberapa orang. Iya, hanya beberapa,
tidak begitu banyak orang. Tidak seperti biasanya ketika sebelum sebelumnya aku masih sering
mengunjungi tempat ini untuk berolahraga.
Ada beberapa hal yang barangkali menyebabkan
lapangan mesjid agung ini sepi pada hari minggu itu. Pertama, mungkin orang orang masih
belum pulang dari mudik mereka, mungkin juga karena masih ada yang
bersilaturrahim ke rumah saudara mereka, mungkin mereka telah menemukan tempat jogging
yang lain, atau mungkin juga terkait kebijakan dari pengurus mesjid agung ini…
Yang terakhir inilah yang akan aku
bahas saat ini.
Sudah pernah kusinggung sebelumnya,
entah resmi atau tidak, mesjid agung An-Nur telah menjadi semacam Islamic center
di Pekanbaru, atau paling tidak, begitulah dalam pandanganku. Dapat kukatakan, tidak
ada masyarakat Pekanbaru yang tidak mengenal mesjid ini. Ditambah lagi
halamannya yang luas dan asri untuk dijadikan tempat berolahraga menjadikan
mesjid semakin popular bagi warga Pekanbaru pada khususnya.
Ada positifnya hal ini, namun juga tidak menutup kemungkinan akan ada dampak negatifnya.
Ada positifnya hal ini, namun juga tidak menutup kemungkinan akan ada dampak negatifnya.
Sebagai sebuah wilayah yang dapat
dan ingin dikunjungi banyak orang, ‘kesucian’ wilayah mesjid agung ini harus
lebih diperhatikan. Salah satu cara yang dilakukan pengurus mesjid adalah
menyeleksi siapa saja yang mengunjungi mesjid agung itu…
Peraturannya adalah, bagi yang
perempuan muslimah harus mengenakan jilbab, sedangkan perempuan non muslim
paling tidak harus menggunakan penutup kepala seperti topi.. Ditambah juga,
bagi kaum perempuan tidak boleh menggunakan pakaian ketat.. Sedangkan bagi kaum
pria, tidak boleh mengenakan celana pendek.
Bukan itu aja, bagi para pengunjung dari luar kota Pekanbaru dan sengaja mengunjungi mesjid agung an Nur untuk sekedar berwisata, diperintahkan untuk stand by di dalam mobil, tidak boleh keluar dari mobil jika pakaiannya tidak sesuai dengan peraturan yang dicanangkan pengurus mesjid.
Peraturan inilah yang mungkin secara
tidak langsung membuat orang orang malas mengunjungi tempat ini.. Selain itu
juga, untuk memberi penegasan pada peraturan ini, petugas satpam yang bertugas
menjaga lapangan parkir akan ‘mengusir’ pengunjung yang datang dengan tidak
mengikuti peraturan itu..
Satu sisi, memang ada yang
menganggap ini berlebihan, ‘terlalu banyak peraturan’ itu kurang lebih komentar
dari salah seorang pengunjung yang tidak sengaja kudengar.. Pengunjung ini
memang memakai jilbab, atau lebih tepatnya selendang, namun dengan celana
ketat. Ketika peraturan yang beberapa kali di suarakan lewat pengeras mesjid itu di dengarnya, dia sepertinya bersiap siap ingin pulang.
Namun, disisi yang lain, kesucian
wilayah mesjid itu menurutku memang harus dijaga. Dan sebuah peraturan, tanpa
ketegasan, hanya memberi peluang untuk dilanggar..
Jadi, yaa, semoga saja pengurus
mesjid agung ini tetap istiqomah untuk terus menjaga ‘kesucian’ wilayah mesjid
tersebut…
Bagi yang ingin mengunjungi tempat ini, dalam waktu yang 'normal' pintu gerbangnya akan selalu terbuka, in syaa Allah. Tapi jangan lupa, pakaiannya yang syar'i ya.. Mari sama sama kita hormati lingkungan rumah Allah ini dengan pakaian yang diperintahkanNya..
Udah, gitu aja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar