Pertama
kali mengenal tempat ini adalah ketika mengantarkan ayahku kesini, disuatu sore
tanggal 27 Mei dua tahun yang lalu. Sebuah kisah sendu diperkenalan pertamaku
dengan tempat ini, namun, adakah kisah indah yang terjalin disini, kalaupun
ada, yang pasti bukan kisah tentang diriku.
Tempat
ini, yang terletak di daerah payung sekaki kecamatan tampan, berjarak sekitar
30-45 menit perjalanan dari tengah kota Pekanbaru, jarak yang cukup jauh
sebenarnya karena jalan yang menuju tempat ini tidak begitu ramai dengan arus
kendaraan, juga minim belokan.
Namun,
barangkali, karena jarak yang cukup jauh itulah, tempat ini dipilih untuk
menjadi tempat pemakaman umum, rumah terakhir bagi jasad jasad tak bernyawa,
yang ruh mereka telah kembali kepada yang memilikinya.
Hari
ini, Sabtu tanggal 28 Mei 2016, sekitar jam 7 pagi, aku dan istriku keluar dari
rumahku dan menuju tempat ini. Kembali menziarahi makam ayah yang telah lebih
dari setahun tidak kukunjungi. Jalanan tidak begitu ramai pagi itu, cahaya
mentari pun bersinar lembut, bergerak cepat menembus kabut yang menghiasi
langit kota Pekanbaru. Dari Jalan Sudirman, aku berbelok ke kiri memasuki jalan
Cempedak berbelok ke jalan Taskurun dan kemudian tembus ke Jalan tuanku
tambusai, tepat di depan pasar cik puan (dulu dikenal dengan loket) dengan kemacetan
yang telah menjadi potret keseharian daerah itu.
Memasuki
jalan Tuankutambusai, aku langsung berbelok ke kiri, terus melaju, menuju
perempatan mall SKA, terus bergerak lurus, hingga ke perempatan jalan siak 2 dan SM Amin,
melewati terminal AKAP yang sepi dan terus maju.
Sekitar
pukul 8 pagi, kami telah tiba di tempat tujuan. TPU tersebut masih sepi pagi
itu, hanya terlihat 2 atau 3 keluarga yang sedang berziarah ke makam salah satu
anggota keluarganya dan kami pun menuju makam yang ingin kami ziarahi, makam
ayahku, yang telah menjadi tempat terakhirnya selama dua tahun lebih satu hari
ini.
Ada
keharuan yang kurasakan, ada setitik kerinduan yang mendadatang datang dan aku
pun terdiam, menikmati suasana pagi yang menawarkan keheningan.
Hanya
sekitar setengah jam kami disana dan setelah memutuskan untuk pulang, aku
menyempatkan diri mengambil gambar gambar seperti ini… In syaa Allah ngak ada
penampakan macam macam…
Gerbang Depan TPU Payung Sekaki |
Adek Kecil Penjual Bunga di Depan TPU |
Setelah dari sana, istri aku meminta
untuk singgah di makam adiknya di daerah Tangkerang Labuai Pekanbaru.
Sesampainya
disana, kami langsung diganggu oleh beberapa orang yang mencoba mengais ngais
rezeki dengan memanfaatkan moment orang orang pergia berziarah menjelang ramadhan.
Hampir semua dari mereka, menjual bunga yang kami tolak membelinya, masalahnya
memang ngak butuh sih, namun ada juga ibu ibu yang jadi tukang parker mendadak,
ada juga anak anak yang membawa sabit untuk membantu membersihkan makam yang
dikunjungi para peziarah, ada juga beberapa anak laki laki yang membawa cangkul
dengan tujuan yang sama dengan anak anak pembawa sabit.
Memang,
ketika diperhatikan TPU ini, mengingat TPU di Labuai ini yang lebih lama dibandingkan TPU Payung Sekaki, makam makam
yang berjejer jauh lebih rapat dan padat dibandingkan TPU Payung Sekaki dan
juga sangat berantakan, hampir tidak ada celah untuk melangkah.
Kira
kira, beginilah penampakannya.
Segitu aja perjalananku mengunjugi dua TPU yang ada di Pekanbaru, satu TPU di Payung Sekaki yang terlihat rapi dan satu lagi TPU di Tangkerang Labuai yang lebih padat dan sedikit tidak terurus.
Ok, mungkin gitu aja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar